16 Oktober 2008

Melukis Ayat Allah Hingga ke Negeri Pagoda

Nur Jalal Pembuat Kaligrafi

Sosoknya terlihat begitu sederhana dan bersahaja. Mengenakan peci hitam, baju koko krem dengan sedikit bordir di bagian leher, celana panjang hijau lumut dan sandal kulit yang penuh bintik-bintik tumpahan cat, pembuat kaligrafi Nur Jalal menerima kehadiran Riau Pos yang datang langsung melihatnya bekerja di sebuah masjid yang baru dibangun di Jalan Tuanku Tambusai Ujung.

"Assalamualaikum, silahkan. Beginilah kerja kami sehari-hari," katanya di sebuah siang yang cukup terik di awal Ramadan lalu. Ketika itu Nur Jalal kebetulan tengah beristirahat.

Tak jauh dari tempat kami berbincang, tampak puluhan kaleng cat, berbagai jenis kuas serta spun kaligrafi. Sementara itu, salah seorang anggota timnya, Abdul Wahid (33), sibuk mendorong steling yang kemudian akan digunakan sebagai tangga ketika akan mengecat kaligrafi.

Namun siapa sangka, ternyata hasil karya pria lajang berperawakan sedang ini telah nyaris ‘menyapu bersih’ hampir semua pembuatan kaligrafi masjid-masjid di Pekanbaru. "Waduh, janganlah begitu (terlalu memuji, red). Sebenarnya saya ni biasa-biasa saja. Yang bos itu Pak Haji Muktamar. Dia sebenarnya yang punya bisnis ini. Yang deal-deal proyek ini dia. Tapi yang mengerjakan di lapangan sekarang memang saya," tutur budak Dabo Singkep ini.

Nur Jalal mungkin memang hanya merendah. Tapi bukti hasil kerjanya sama sekali tidak demikian. Sudah beratus-ratus kaligrafi di masjid yang telah dihasilkan oleh goresan tangannya. Mulai dari Masjid Raya Bengkalis, Masjid Raya Siak, Masjid Agung Annur Pekanbaru, Masjid Raya Tembilahan, masjid di lingkungan Kantor Gubernur Riau, Islamic Centre Siak, Masjid Raya Dumai, Masjid Raya Dumai, Masjid Raya Rengat, musalla di lingkungan Kantor Polda Riau, masjid di Poltabes Jogjakarta, hingga perumahan di ibukota Jakarta.

Itu belum lagi sejumlah masjid-masjid lainnya di berbagai kabupaten di Riau. Bahkan, hasil karya pria lulusan Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta ini telah pula sampai ke Masjid Kerajaan Malaysia, serta masjid di Brunei Darussalam hingga ke Negeri Seribu Pagoda, Thailand. "Kalau untuk di Pekanbaru hampir merata. Sudah tak terhitung lagi jumlah masjid yang kaligrafinya telah kami kerjakan," ujar Abdul Wahid menimpal pembicaraan.

Nur Jalal bercerita, sebenarnya ia belajar membuat kaligrafi secara otodidak dari H Muktamar yang tak lain adalah abang iparnya sendiri. Mulanya ia hanya melihat-lihat abang iparnya bekerja, lalu mulai sedikit bantu-bantu hingga akhirnya berani mengerjakan kaligrafi sendiri. "Tahun 1999 saya mulai ikut membuat kaligrafi biasa. Ide mulai serius menekuni kaligrafi timbul ketika saya membantu mengerjakan Masjid Raya Tembilahan. Di situ ayatnya besar-besar. Kira-kira 10 Cm kali 4 Mm. Di situlah awalnya saya belajar. Lalu mulai tahun 2000-an ketika ada proyek pengerjaan kaligrafi di Masjid Agung Annur Pekanbaru, saya sudah terlibat langsung," katanya mengenang.

Menurut Nur Jalal, saat ini untuk kaligrafi timbul ada dua jenis. Yakni yang terbuat dari semen dan dari spun. Spun ini adalah bahan mirip karet berwarna putih susu dan agak tebal yang bisa dibeli di took-toko meubel. Spun ini nantinya bisa dibuat jadi mal (ukiran di tepi-tepi kaligrafi) dan tulisan kaligrafi itu sendiri. Setelah selesai dibuat dengan tangan, spun ini lalu dipotong atau dilubangi dengan pisau cutter. Kerjanya hampir mirip dengan orang mengukir. Spun kaligrafi yang sudah jadi inilah yang nantinya akan ditempelkan di dinding-dinding masjid, baru kemudian dicat.

Untuk mengecat kaligrafi dipakai cat air dan cat minyak. Cat air biasanya digunakan untuk dasar, sedangkan cat minyak untuk kaligrafi timbul. Atau bisa juga dibuat dengan kertas prada emas atau perak. Harganya sekitar Rp400 ribu per meter. Kertas emas atau perak ini nantinya akan ditempelkan ke huruf kaligrafi timbul lalu ditarik sehingga warna emas dan peraknya melekat.

Kini untuk memikirkan warna apa yang hendak dipakai sudah tak susah lagi karena untuk mengaduk-aduk cat sudah bisa dilakukan lewat komputer. Karena sangat jarang kaligrafi dicat hanya dengan menggunakan satu warna. Minimal digunakan dua campuran warna. Bahkan kadang bisa merupakan campuran 3-4 warna induk. Karena itu, Nur Jalal sangat jarang menggunakan cat dengan warna asli yang sudah jadi di toko. Rata-rata semua sudah menggunakan cat yang merupakan perpaduan berbagai warna. Sedang untuk mal berupa hiasan pinggir, ia memiliki sejumlah kreasi. Sehingga beda masjid akan beda pula mal-nya, agar tidak bosan.

Saat ini, untuk pembuatan kaligrafi di dalam masjid (indoor) lebih banyak digunakan spun. Karena tentu sayang jika dinding masjid yang sudah jadi dan indah terpaksa ditokok-tokok kembali untuk membuat kaligrafi timbul. Tapi spun tidak cocok dipakai untuk kaligrafi di dinding luar masjid karena jika sering kena air (misalnya tempias hujan) dia akan empuk. "Karena itu untuk kaligrafi timbul di dinding luar masjid tetap lebih bagus yang dari semen, sebab awet. Tapi memang pembuatannya lebih rumit dari spun. Kalau terlalu panas, kadang semen bisa pecah," ujarnya. Karena itu harga pembuatan kaligrafi timbul dari semen juga lebih mahal daripada spun. Saat ini, kaligrafi timbul dari semen dihargai Rp900 ribu per meter. Sedang yang dari spun Rp700 ribu per meter. Umumnya kaligrafi dibayar per meter, meski ada juga yang borongan.

Lama pengerjaan kaligrafi di masjid menurut Nur Jalal sesuai dengan ukuran masjid dan panjang kaligrafi yang dipesan. Tapi rata-rata pengerjaan kaligrafi satu masjid memakan waktu sekitar 2-3 bulan. Paling lama tiga bulan sudah selesai. Karena mereka mengerjakannya dalam bentuk kerja tim. Saat ini ia memiliki sekitar 6-8 orang karyawan. Mereka kemudian dibagi njadi 2-4 orang untuk satu proyek. Karyawan yang bertugas mengecat ini digaji harian. Rata-rata mereka sudah ikut di atas lima tahun. ‘’Membuat kaligrafi ini tak bisa sendiri. Ini kerja tim, jadi nggak boleh saling iri. Tak ada senior, junior. Kalau hari libur juga terserah. Makan juga sama-sama dan ditanggung. Bahkan lauk-pauknya juga terserah, silahkan pilih sendiri,’’ tuturnya.

Seperti dikatakan Nur Jalal, sebenarnya tulisan indah (khat) yang kemudian menjadi seni kaligrafi tetap tidak berubah. Karena itu diperlukan pengembangan. "Sebab itu namanya seni kaligrafi. Karena semua tergantung ide dan pengembangan kita. Sebab kaligrafi itu ada kaidah-kaidahnya yang tak semua orang bahkan anak yang belajar kaligrafi sendiri mengerti. Karena dalam penulisan kaligrafi tak semua huruf (hijaiyah) boleh diletakkan di atas atau di bawah. Ada orang yang sama-sama belajar kaligrafi, tapi rata-rata hanya bisa bagus menulis kaligrafi di kanvas atau triplek. Tapi kalau sudah praktik membuat kaligrafi di dinding masjid, belum tentu semua mampu. Karena yang paling susah dalam pembuatan kaligrafi di dinding itu adalah mengepaskan ayat dengan luas tempat yang ada. Karena itu kadang ada ayat yang terlalu kurus atau bahkan terlalu gemuk," tuturnya.

Dikatakan Nur Jalal, kebanyakan ayat yang dipakai untuk kaligrafi adalah ayat-ayat panjang. Atau asma’ul husna, kalimat syahadat, ayat alam nasyarah atau bisa juga ayat pesanan dari si empunya kaligrafi. Tapi umumnya tidak akan jauh dari ayat yang mengajak ke arah ketauhidan dan ketaqwaan.

Ketika ditanya berapa penghasilan sebagai pembuat kaligrafi, Nur Jalal tampaknya agak sedikit mengelak. "Rezeki itu kan yang penting berkahnya. Kalau duit banyak tapi nggak berkah dan kita sakit terus kan nggak ada gunanya juga. Syukur alhamdulillah sampai sekarang rezeki nggak putus-putus. Selalu saja ada pihak yang memesan pembuatan kaligrafi. Ramadan justru malah banyak proyek. Karena biasanya banyak orang menyumbang sehingga akhirnya para pengurus masjid punya uang dan berani memesan pembuatan kaligrafi," bebernya.

Kadang-kadang, lanjut Nur Jalal, pembuatan kaligrafi ini juga dilelang ke jamaah. Misalnya ada yang membiayai 0,5 meter, 1 meter dan sebagainya. "Sekarang saja selain di masjid ini kami juga sedang ada proyek di Masjid Al Manar di Jalan Duyung Pekanbaru. Bahkan sebuah masjid di Tambang, Kampar, baru-baru ini juga sudah menelepon meminta ke sana. Tapi mungkin setelah Hari Raya Idul Fitri saja. Alhamdulillah sekarang kita tak perlu cari-cari proyek lagi. Sudah banyak orang yang datang," tuturnya.

Pendapat ini pun dibenarkan oleh Abdul Wahid. Menurut pria asal Pidie, Aceh ini, ia sebenarnya sudah lama ikut tim Nur Jalal. Hanya baru terlibat aktif tiga tahun belakangan. Ia mengaku tak punya pekerjaan lain di luar selain mengecat kaligrafi bersama Nur Jalal. "Insya Allah saya betah. Alhamdulillah tidak pusing naik turun steling. Sekarang saya sudah tidak menontrak rumah lagi. Sudah mampu beli perumnas," ujar pria beranak satu ini.

Jika kita kalkulasikan, dari sebuah masjid dengan ukuran tidak terlalu besar (misalnya 25 kali 25 meter) dengan luas pembuatan kaligrafi sekitar 80 meter, Nur Jalal sudah mendapat uang kurang lebih Rp 56 juta di luar ongkos bahan. Itu belum lagi ditambah bonus (fee) jika ia menjadi penyambung lidah sebuah proyek yang kemudian berakhir deal. Hari Raya Idul Fitri juga dapat THR. Dengan penghasilan itu, Nur Jalal telah berhasil pergi umroh ke Tanah Suci pertengahan Mei lalu. Saat ini dia pun tengah berusaha mewujudkan mimpinya kembali naik haji ke Mekkah.

Masjid mana yang paling berkesan? "Semua masjid berkesan. Karena keindahannya berbeda-beda. Makin indah hasil kerjaan kita, makin puas. Kepuasan itu timbul setelah menyelesaikan tahap finishing. Jadi tidak cuma sekadar materi. Kaligrafi itu yang mahal seninya. Karena keindahannya," katanya.

Selama membuat kaligrafi, proyek terlama yang dikerjakan Nur Jalal adalah ketika membuat kaligrafi di RS Zainab Pekanbaru yang memakan waktu hingga empat bulan karena hampir sekeliling gedung berhiaskan kaligrafi. Sedangkan yang paling ‘kejar tayang’ adalah musalla di lingkungan Kantor Polda Riau yang dikerjakan hanya dalam tempo 15 hari. "Bahkan di malam terakhir kami bahkan baru pulang ketika subuh," kenangnya.

Apa tidak ingin cari kerjaan lain? "Ya saya juga ada keinginan untuk menjajal profesi lain. Kalau saya memang ada kemampuan, mengapa tak dicoba? Ya kan? Tapi membuat kaligrafi ini takkan saya tinggalkan," katanya.

Saat ini, jelas Nur Jalal, Pak H Muktamar telah mendirikan sekolah kaligrafi. Namanya Sanggar Kaligrafi Anugerah (Sanka) di Jalan Sembilang Indah/Jalan Paus Ujung. Mencarinya pun cukup mudah. Tinggal mencari gerbang jalan yang penuh kaligrafi. "Waktu gerbang itu dibuat, warga sekitar usul, gimana kalau kita hias dengan kaligrafi. Kan di sini ada ahlinya. Makanyalah gerbang itu ada kaligrafinya," katanya.

Menurut cerita Nur Jalal, Pak H Muktamar telah aktif membuat kaligrafi sejak era tahun 1980-an. Bahkan pria yang akrab disapa Pak Haji ini telah mulai belajar membuat kaligrafi sejak SD, lalu ikut tingkat kabupaten hingga training centre. Setelah itu dia mulai merintis sekolah kaligrafi. Kini sanggar itu telah diresmikan lima bulan lalu. Murid-muridnya telah sampai menjadi juara nasional bahkan hingga tingkat ASEAN. Para guru yang mengajar di Sanka pun didatangkan khusus dari Lembaga Kaligrafi Nasional (Lemka) yang kini dipimpin Dr Didin Sirojuddin.

"Pak Didin yang langsung merekomendasikan guru-gurunya. Tempat kita sediakan, gaji kita yang bayar. Semua dananya kita yang talangi dulu. Murid hanya bayar uang kursus sebesar Rp150 ribu per bulan. Belajarnya tiga kali seminggu. Kalau dihitung gaji guru tentu tidak cukup. Tapi menurut pemikiran Pak H Muktamar, bagaimanapun ilmu ini harus tetap ada penerus. Karena kita kan tidak selamanya ada," katanya.

Untuk di Riau sendiri, saat ini rata-rata yang mengerjakan proyek kaligrafi sebagai kompetitor mereka adalah murid-murid H Muktamar sendiri. Tapi sayangnya, kata Nur Jalal, ketika mencari proyek mereka kerap membawa-bawa nama nama Pak Haji. Lalu harganya dimurahkan. Sayangnya kualitasnya jelek. "Akibatnya ketika suatu waktu pengurus masjid bertemu Pak Haji, mereka komplain. Pak Hajinya sendiri juga terkejut, kapan, proyek yang mana? Lho itu bukan saya. Karena itu yang namanya proyek dengan kami, saya yang tangani langsung," bebernya.***

-------
Tulisan di atas merupakan kutipan dari laporan Purnimasari, Riau Pos, 28 September 2008, "Pembuat Kaligrafi Nur Jalal"

Infogue.com

1 komentar:

udelleifft 04 Maret, 2022 19:36  

Casino de Monte-Carlo Hotel & Casino - Mapyro
Hotel & Casino. 충청북도 출장샵 1 South 동두천 출장안마 Monte-Carlo Ave, Las Vegas, NV 89109. Directions 용인 출장안마 · (702) 248-5000. Call Now · 안성 출장마사지 More Info. Hours, Accepts Credit Cards, 보령 출장안마 Wi-Fi, PokéStop

cerita « WordPress.com

Koran Republika :: Dialog Jumat

BBCIndonesia.com - Laporan Mendalam

Home | About Me | Contact

Copyright © 2008 - M Shodiq Mustika

Header Image credit: adapted from Memoirs of a Geisha Wallpapers

  © 2009 True Story template by M Shodiq Mustika

Back to TOP