20 Agustus 2008

Di Balik Derita Sakit Menjelang Ajal

Rasulullah Muhammad SAW sakit. Sakitnya makin keras. Demikian kabar tersiar luas di kalangan sahabat ketika pasukan Usama hendak berangkat ke Jurf, dekat Madinah, pada tahun kesepuluh Hijriyah. Maka tertundalah keberangkatan mereka. Sebab, mereka mengkhawatirkan keadaan junjungan mereka, Muhammad SAW.

Bagaimana tidak khawatir? Mereka mencintai Nabi di atas kecintaan terhadap orang lain, termasuk kepada anak-anak. Mereka tidak tega meninggalkan beliau dalam keadaan sakit.

Bagaimana tidak khawatir? Selama ini mereka belum pernah melihat beliau mengalami sakit berat. Penyakit yang pernah beliau derita tidak lebih dari kehilangan nafsu makan pada tahun keenam Hijrah, tatkala tersiar berita bohong bahwa beliau telah disihir oleh orang-orang Yahudi, dan satu penyakit lagi, yaitu keracunan makanan pada tahun ketujuh Hijrah.

Cara hidup beliau memang jauh dari serangan bibit-bibit penyakit. Beliau membatasi diri dalam menyantap makanan dan minuman, berdisiplin dalam menjaga kebersihan, dan bergaya hidup sederhana. Bentuk tubuh beliau sempurna tiada cacat. Perawakannya tegap dan kuat. Begitu pula qalbu beliau. Keluhurannya jauh dari segala hawa nafsu yang merusak.

Jadi, kalau sekarang beliau tiba-tiba sakit berat, wajar sekali bila para sahabat yang amat mencintai beliau itu merasa khawatir. Apalagi, ada peristiwa yang membuat mereka merasa lebih cemas lagi, sebagaimana yang hendak kita simak di bawah ini.

***

Pada malam sebelum Muhammad SAW sakit itu, beliau tak dapat tidur. Lama sekali beliau tak dapat tidur. Lantas beliau keluar rumah pada malam itu, malam di musim panas yang disertai hembusan angin di sekitar kota Madinah. Ketika itu beliau berangkat ditemani oleh seorang pembantu, yaitu Abu Muwayhiba.

Tahukah Anda ke mana mereka pergi? Mereka menuju Baqi' al-Gharqad, sebuah pekuburan Muslim di dekat Madinah.

Sesampainya di pekuburan itu, beliau mendoakan penghuni kubur, "Salam sejahtera bagimu, wahai penghuni kubur! Semoga kamu selamat akan apa yang terjadi atas dirimu, seperti atas diri orang lain. Fitnah telah datang seperti malam gelap-gulita, yang kemudian menyusul yang pertama, dan yang kemudian lebih jahat dari yang pertama."

Tatkala akan kembali ke rumah, beliau menghampiri Abu Muwayhiba. Beliau mengungkapkan, "Abu Muwayhiba, aku telah diberi anak kunci isi dunia ini serta kekekalan hidup di dalamnya, sesudah itu surga. Aku disuruh memilih ini atau bertemu dengan Tuhan dan surga."

Kata Abu Muwayhiba: "Demi ayah bundaku! Ambil sajalah kunci isi dunia ini dan hidup kekal di dalamnya, kemudian surga."

"Tidak, Abu Muwayhiba," kata Muhammad. "Aku memilih kembali menghadap Tuhan dan surga."

***

Keesokan harinya, beliau datang ke tempat Aisyah, salah seorang istri beliau. Rupanya saat itu beliau sudah mulai merasa sakit. Akan tetapi, sakitnya belum begitu keras. Beliu masih dapat mendatangi isteri untuk sekedar mencumbu dan bergurau.

Beliau menyaksikan bagaimana Aisyah sedang mengeluh karena merasa sakit kepala: "Aduh kepalaku!"

Tanggapan beliau, "Tetapi akulah, Aisyah, yang sakit kepala."

Namun, Aisyah masih mengeluh sakit kepala.

Lantas Nabi bergurau, "Ya, apa salahnya kalau engkau yang mati lebih dulu sebelum aku? Aku akan mengurusmu, mengafanimu, menyalatkanmu, dan menguburkanmu!"

Senda gurau beliau itu agaknya menimbulkan kecemburuan dalam hati Aisyah yang masih muda. Ia berkata: "Dengan begitu, yang lain mendapat nasib baik. Demi Allah, dengan apa yang sudah kauucapkan itu, seolah engkau menyuruh aku pulang ke rumah dan dalam pada itu kau akan berpengantin baru dengan isteri-isterimu."

Nabi tersenyum. Rasa sakitnya tidak memungkinkan beliau untuk terus bergurau.

***

Setelah rasa sakitnya terasa agak berkurang, beliau mengunjungi isteri-isteri beliau seperti biasa. Tetapi kemudian sakitnya terasa kambuh lagi dan terasa lebih keras lagi.

Ketika sedang berada di rumah Maimunah, beliau sudah tidak dapat lagi mengatasinya. Beliau merasa perlu mendapat perawatan. Ketika itu dipanggilnya isteri-isterinya ke rumah Maimunah. Dimintanya ijin kepada mereka untuk dirawat di rumah Aisyah, dan isteri-isterinya mengijinkan beliau pindah.

Dengan berikat kepala, beliau melangkah keluar sambil bertopang kepada Ali bin Abi Talib sang saudara sepupu dan kepada 'Abbas sang paman. Beliau sampai di rumah Aisyah dengan kaki yang sudah terasa lemah sekali.

***

Pada hari-hari pertama beliau jatuh sakit, demamnya sudah terasa makin keras, seolah seperti dibakar. Sungguh pun begitu, ketika demamnya menurun, beliau pergi berjalan ke mesjid untuk memimpin shalat berjamaah. Hal ini dilakukannya selama berhari-hari.

Akan tetapi, beliau merasa tidak kuat untuk bercakap-cakap, membahas urusan umat Islam, dengan para sahabat. Oleh karena itu, berkatalah beliau kepada keluarga yang merawat beliau: "Tuangkan kepadaku tujuh kirbat air dari pelbagai sumur, supaya aku dapat menemui mereka dan berpesan kepada mereka."

Lantas dibawakanlah air dari beberapa sumur. Lalu ketujuh kirbat air itu disiramkan kepada beliau, sampai beliau berkata, “Cukup. Cukup.”

***

Kemudian dengan berikat kepala, beliau pergi ke mesjid. Beliau duduk di atas mimbar. Lantas beliau mengucap puji syukur kepada Allah, mendoakan dan memintakan ampunan bagi para sahabat yang telah gugur di Perang Uhud. Banyak sekali ia mendoakan mereka itu.

Lalu setelah berbicara mengenai perlunya pasukan Usama untuk segera berangkat ke medan laga, Muhammad SAW diam sebentar. Sementara itu, orang-orang juga diam. Tiada yang berbicara.

Tak lama kemudian, beliau bersabda: "Seorang hamba Allah oleh Tuhan telah disuruh memilih antara dunia dan akhirat dengan apa yang ada pada-Nya, maka ia memilih yang ada pada Tuhan."

Muhammad SAW diam lagi. Orang-orang pun juga diam tidak bergerak.

Akan tetapi, Abu Bakar segera mengerti bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan istilah “seorang hamba Allah” itu adalah diri beliau sendiri. Ia mengerti bahwa beliau sedang berpamitan kepada para sahabat yang hendak beliau tinggalkan di dunia ini.

Dengan perasaannya yang sangat lembut dan besarnya persahabatannya dengan Nabi, Abu Bakar tak dapat menahan air mata. Ia menangis sambil berkata: "Jangan! Engkau akan kami tebus dengan jiwa kami dan anak-anak kami."

Kuatir rasa terharu Abu Bakar ini akan menular kepada yang lain, Muhammad memberi isyarat kepadanya: "Sabarlah, Abu Bakar."

Kemudian, seturun dari mimbar, beliau sempat berwasiat kepada para sahabat mengenai perlunya menjaga ukhuwah Islamiyah di antara mereka. Lalu beliau kembali ke rumah Aisyah.

***

Keesokan harinya, Muhammad SAW berusaha hendak bangun memimpin shalat berjamaah di masjid seperti biasanya. Ternyata beliau tidak kuat lagi. Agaknya energi yang dikerahkannya kemarin telah membuat sakitnya terasa lebih berat lagi.

***

Tatkala sakitnya sudah makin keras, panas demamnya makin memuncak, datanglah para sahabat dan kerabat menjenguk beliau. Diantara mereka, yang paling rajin menengok beliau, ialah Fatimah, putri beliau. Setiap hari ia menyambangi beliau.

"Selamat datang, putriku," kata beliau pada suatu hari. Lalu didudukkannya ia disampingnya. Ada kata-kata yang dibisikkannya ketika itu, Fatimah lalu menangis. Kemudian dibisikkannya kata-kata lain, Fatimah pun jadi tertawa.

Tahukah Anda apa kata-kata bisikan Muhammad SAW yang membuat Fatimah menangis? Apa pula kata-kata bisikan beliau yang menjadikan Fatimah tertawa?

Rupanya sang ayah membisikkan kepadanya bahwa ia akan meninggal dunia oleh sakitnya kali ini. Itu sebabnya, Fatimah menangis. Kemudian dibisikkannya lagi, bahwa puterinya itulah dari keluarganya yang pertama kali akan menyusul. Itu sebabnya, ia tertawa.

***

Karena panas demam yang tinggi itu, sebuah bejana berisi air dingin diletakkan di samping beliau. Sekali-sekali beliau meletakkan tangan ke dalam air itu, lalu mengusapkannya ke muka. Begitu tingginya suhu panas demam itu, terkadang beliau sampai tak sadarkan diri. Kemudian beliau sadar kembali dengan keadaan yang sudah sangat payah sekali.

Karena perasaan sedih yang menyayat hati, pada suatu hari Fatimah berkata mengenai penderitaan ayahnya itu: "Alangkah beratnya penderitaan ayah!"

"Tidak,” jawab beliau. “Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah ini."

*******

Sumber kisah: Muhammad Husaen Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980), Bagian Ketigapuluh, “Sakit dan Wafatnya Nabi”.

0 komentar:

cerita « WordPress.com

Koran Republika :: Dialog Jumat

BBCIndonesia.com - Laporan Mendalam

Home | About Me | Contact

Copyright © 2008 - M Shodiq Mustika

Header Image credit: adapted from Memoirs of a Geisha Wallpapers

  © 2009 True Story template by M Shodiq Mustika

Back to TOP