20 Agustus 2008

Seandainya Memiliki Seratus Nyawa

Ibnu Katsir dan yang lainnya meriwayatkan, Umar bin Khathab r.a. mengutus pasukan untuk berperang melawan Romawi. Ikut serta dalam pasukan ini, seorang sahabat muda bernama Abdullah bin Khudzafah.

Perang pun berkecamuk hebat. Kehebatannya menyisakan decak kagum panglima Romawi atas keteguhan kaum Muslimin dan keberanian mereka menghadapi maut.

***

Raja Romawi memerintahkan agar pasukan Muslimin yang mereka tawan dihadapkan kepada mereka. Didatangkanlah di hadapannya, Abdullah bin Khudzafah. Ia diseret dengan tangan yang dirantai dan kaki yang diikat.


Setelah berbincang-bincang dengannya, raja kagum atas kecerdasannya. Ia berkata kepada Abdullah, “Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kubebaskan.”

Abdullah menolaknya.

Raja tetap menawarinya lagi. “Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kuberi setengah dari kekuasaanku.”

Namun Abdullah tetap tegas menolaknya.

“Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kuberi setengah dari kekuasaanku dan kuikutsertakan kau dalam pemerintahanku,” desak raja.

Abdullah berkata, “Demi Allah, andai saja kau berikan seluruh kekuasaanmu dan kekuasaan nenek moyangmu kepadaku, bahkan seluruh kekuasaan Arab dan Ajam (nonArab), aku tetap tak sudi untuk keluar dari Islam.”

“Kalau begitu, kamu akan kubunuh,” putus raja.

“Bunuhlah,” jawab Abdullah.

Raja memerintahkan pasukannya agar menyalib Abdullah bin Khudzafah. Lalu menyuruh pasukan pemanah untuk melepaskan anak panah ke tubuh Abdullah (hanya untuk menakut-nakuti). Saat anak-anak panah meluncur ke sekitar tubuhnya, raja tetap menawarinya masuk agama Nasrani.

Dan seperti sebelumnya, Abdullah menolak tegas. Ia lebih memilih kematian.

***

Melihat ketegaran Abdullah, raja memerintahkan agar dia dikembalikan ke penjara. Kali ini, ia tidak diberi makan dan minum. Sampai ketika Abdullah hampir mati karena haus dan lapar, mereka memberinya arak dan daging babi.

Melihat kedua hidangan itu, Abdullah berpikiran, “Demi Allah, aku tahu arak dan daging babi ini sebenarnya halal bagiku [karena dalam keadaan darurat]. Namun aku tidak ingin orang-orang kafir itu bersorak gembira karenanya.” Maka hidangan ini tidak disentuhnya.

Hal itu dilaporkan kepada sang raja. Kemudian ia menyuruh agar dihadirkan seorang wanita sexy di hadapan Abdullah.

Masuklah wanita itu ke sel Abdullah. Ia beraksi di muka Abdullah, meliuk-liukkan tubuh untuk menggodanya. Namun sedikit pun Abdullah tidak menoleh kepadanya.

Menyadari sikap Abdullah seperti itu, wanita tersebut keluar sel sambil menggerutu. Ia berkata kepada raja dan pasukannya, “Kalian telah menyuruhku menggoda seorang lelaki, yang aku tak tahu apakah ia seorang manusia ataukah seonggok batu. Demi Allah, dia tidak tahu apakah aku seorang perempuan ataukah lelaki.”

***

Sang raja putus-asa membujuk Abdullah. Ia menyuruh pasukannya membuat tungku api dan memanaskan minyak hingga mendidih. Kemudian Abdullah bin Khudzafah diberdirikan menghadap minyak yang telah mendidih itu.

Sejurus kemudian, didatangkanlah seorang muslim yang juga menjadi tawanan. Dengan kondisi badan terikat, ia diceburkan ke minyak mendidih tersebut hingga jasadnya lenyap ditelan didihan minyak. Tulang belulangnya berserakan menyembul ke atas permukaan minyak. Abdullah menyaksikan sendiri pemandangan ini.

Di saat-saat seperti itu, kembali raja menyarankan Abdullah agar murtad. Namun, ia tetap menolaknya.

Raja naik pitam dan segera memerintahkan agar Abdullah diceburkan ke tungku. Ketika ia digiring mendekati tungku dan merasakan panasnya api, air matanya meleleh. Abdullah menangis.

Raja yang mengetahui hal tersebut bergembira (mengira Abdullah takut).

“Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kubebaskan.”

“Tidak,” jawab Abdullah.

“Lalu mengapa kamu menangis?” tanya raja.

“Aku menangis karena hanya memiliki satu nyawa, sehingga aku langsung mati ketika diceburkan ke tungku ini. Demi Allah, aku ingin memiliki seratus nyawa, yang semuanya kugunakan untuk mati di jalan Allah, seperti kematian yang akan aku hadapi ini.”

Raja berkata, “Ciumlah kepalaku, kau akan kubebaskan.”

“Dan kau bebaskan pula seluruh kaum muslimin yang kau tawan,” tawar Abdullah.

“Ya,” jawab raja. Abdullah lalu mencium kepala raja. Seusai itu, sang raja membebaskan seluruh kaum Muslimin yang ditawan.

***

--Sumber: Muhammad bin Abdurrahman al-Uraifi, Hadāiq al-Mawt.

0 komentar:

cerita « WordPress.com

Koran Republika :: Dialog Jumat

BBCIndonesia.com - Laporan Mendalam

Home | About Me | Contact

Copyright © 2008 - M Shodiq Mustika

Header Image credit: adapted from Memoirs of a Geisha Wallpapers

  © 2009 True Story template by M Shodiq Mustika

Back to TOP