19 Agustus 2008

Ubah Penjara Menjadi Hotel

Lapas Klas II A Wanita Malang benar-benar menjadi hotel prodeo bagi penghuninya. Dari tangan dingin Entin Martini, lingkungan penjara tersebut disulap menjadi penjara yang nyaman dan asri layaknya penginapan. Lapas itu pun memperoleh penghargaan sebagai Lapas Wanita Terbaik se-Indonesia. Tidak hanya itu, sejak 29 Februari 2008, di lapas tersebut telah dicanangkan ISO (International Standardization for Organization) 9001:2000 tentang pelayanan. Kini lapas itu menjadi satu-satunya lapas di Indonesia yang bakal menerima penghargaan bergengsi tersebut.

Berikut bincang-bincang wartawan Jawa Pos Maya Apriliani dengan Entin Martini.

Apa gambaran Anda kali pertama terhadap Lapas Klas II A Wanita Malang?

Gambaran saya tentang Lapas Wanita Malang sebelum masuk ke sini ya lingkungannya asri, nyaman, dan bersih. Pokoknya, lingkungan yang mencerminkan tempat tinggal wanita. Tapi, begitu masuk, gambaran itu belum semua terlihat. Masih ada kesan lingkungan yang kurang familiar, kurang bersahabat.

Setelah mendapati kenyataan seperti itu, apa yang Anda perbuat?

Sebagai tahap awal, saya beradaptasi dengan lingkungan lebih dahulu. Selama dua minggu proses itu saya jalani. Mengenal keadaan lingkungan penjara mulai depan hingga belakang sebelum melakukan pembenahan. Saya ikut kegiatan olahraga, sering kontrol ke blok, satu hari bisa dua sampai tiga kali saya keliling blok. Saya berusaha untuk bisa menempatkan diri bukan sebagai pimpinan, tapi tamu. Apalagi saya [kelahiran Ciamis, 1954] kan bukan orang Jawa Timur. Jadi, saya harus paham dulu karakter petugas dan warga binaan (penghuni lapas, Red) di sini. [Sebelumnya, Entin berkarir di Jakarta dan Bandung.]

Berhasilkah pendekatan yang Anda lakukan?

Saya kira cukup berhasil. Sekarang mereka bisa menerima saya. Kami kerja sama membenahi lingkungan agar lebih bersahabat, bersih, dan nyaman. Selain itu, kami melengkapi fasilitas pelayanan pembinaan bagi warga. Sekarang di lapas kami sudah ada pencanangan ISO 9001:2000 tentang pelayanan.

Apa motivasi Anda melakukan semua itu?

Saya menjadi Kalapas [mulai Juli 2007] saat berusia di atas 50 tahun. Saya berkeinginan untuk mengubah lingkungan menjadi lebih baik. Apa yang dapat saya buat itu menjadi motivasi penting. Dengan bermodal disiplin, saya mulai membenahi lingkungan.

Pembenahan seperti apa?

Saya mulai membiasakan apel pagi untuk petugas. Semua warga binaan juga dibiasakan untuk bekerja sebagai salah satu wujud pembinaan. Saya katakan kepada mereka jangan enak-enakan saja di dalam penjara. Toh, mereka telah mendapat fasilitas dari pemerintah. Petugas memperoleh gaji dan uang tunjangan, penghuni pun mendapat jatah makan, uang kesehatan, dan fasilitas lain. Karena itu, mereka harus mau bekerja. Banyak yang bisa mereka kerjakan di sini melalui program pembinaan keterampilan bagi warga. Mulai membatik, menjahit, menyulam, membuat kecap, berkebun, atau ikut pendidikan kejar paket A, B, dan C.

Kalau ada warga binaan yang tidak mau bekerja bagaimana?

Bagi warga binaan yang tidak mengikuti kegiatan keterampilan, mereka bisa mengerjakan hal lain. Bersih-bersih lingkungan, misalnya. Atau, mengelap daun bunga. Daun itu bisa mengilap [nyaris tak berdebu] karena tiap hari dilap warga binaan.

Pembenahan lingkungan juga Anda lakukan?

Tentu saja karena sejak awal saya ingin membenahi lingkungan lapas. Dua ruang yang tidak dimanfaatkan difungsikan sebagai ruang bacaan. Blok hunian dicat warna-warni supaya kesan seram penjara bisa hilang. Tiap-tiap blok diberi taman. Saya juga membuat gazebo untuk kegiatan membatik warga binaan. Taman dan jembatan di depan blok penjara juga dibuat. Yang membuat taman dan jembatan itu napi laki-laki dari Lapas Lowokwaru dan warga binaan di sini. Ruang makan bersama untuk warga binaan juga tersedia walau sederhana. Saya ingin warga binaan bisa menikmati makanan di meja makan, seperti layaknya di rumah makan. Ya, saya memang ingin suasana penjara benar-benar asri, bersih, dan nyaman seperti suasana di hotel.

Kenapa harus seperti hotel?

Dulu, setelah lulus SMA pada 1972, cita-cita saya masuk sekolah perhotelan karena saya suka keindahan. Tapi, cita-cita itu tidak kesampaian. Orangtua melarang saya masuk sekoklah perhotelan. Alasannya, image sekolah itu kurang bagus. Waktu itu hal-hal yang berhubungan dengan hotel identik dengan pulang malam.... (Jawa Pos, 4 Mei 2008)

0 komentar:

cerita « WordPress.com

Koran Republika :: Dialog Jumat

BBCIndonesia.com - Laporan Mendalam

Home | About Me | Contact

Copyright © 2008 - M Shodiq Mustika

Header Image credit: adapted from Memoirs of a Geisha Wallpapers

  © 2009 True Story template by M Shodiq Mustika

Back to TOP